Dahsyatnya Toko Online

Dewasa ini, hampir semua produk memasarkan produknya dengan memanfaatkan teknologi internet. Bahkan tidak jarang mereka menggenjot penjualan lebih besar fokus pada penjualan online.

Saya pertama kali membeli barang via online sekitar dua tahun lalu, tepatnya awal saya kuliah di luar kota. Maklum, rumah saya dulu tidak terjangkau pos (sepertinya), jadi saya tidak pernah coba-coba beli online daripada barang tidak sampai. Tapi sejak saya mencoba belanja online dulu, jujur saya sempat ketagihan. Setidaknya hampir setiap bulan saya belanja online satu kali. Bisa dibayangkan bagaimana borosnya saya?

Ya, saya merasakan sensasi tersendiri ketika membeli barang via online. Pertama, melihat-lihat barang yang sangaaat beragam di internet, lalu menemukan yang paling sreg dan yang paling murah di antara barang sejenis. Akhirnya deal untuk purchase barang tersebut, lalu transfer uang. Beberapa hari kemudian, biasanya 2 hari, barang sampai. Bapak jasa pengiriman datang dan berteriak, "Paket!" sambil ketok-ketok pagar dan menyerahkan bungkusan. Saat itu, saya berasa dapat kado, bingkisan, nggak sabar untuk segera membuka. Padahal, saya bayar kan untuk bingkisan itu, tapi entah mengapa kok tetap merasa seperti dapat kado. Hehehe..

Pernah, sih, setelah membeli barang timbul kekecewaan. Misalnya ketika beli baju online, ternyata bajunya kekecilan (yang kemudian disambut senyuman adik sepupu). Menyesal sekali, sudah mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak bisa dipakai. Tapi kadang-kadang barang yang saya beli memuaskan, tapi saya tetap menyesal. Mengapa? Hal itu biasa terjadi di pertengahan sampai akhir bulan ketika uang mulai menipis dan mulai timbul pertanyaan, 'ngapain kemarin beli barang nggak penting gitu, ya?'

Saya terkadang berpikir, apa saya saja yang merasa demikian? Merasa sensasi ketagihan dan penyesalan (kadang-kadang)? Dan ternyata jawabannya melegakan, karena saya tidak sendiri. hehehe... Beberapa waktu yang lalu, ada teman saya yang baru pertama kali membeli barang via online, beli baju lebih tepatnya. Sejak saat itu, saya lihat dia rajin sekali memantau perkembangan toko online dan membeli online lagi beberapa kali. Sempat juga saya bertanya kepada teman yang lain, apa pernah dia menyesal setelah belanja online? Dia jawab pernah. Kadang ketika akan transfer, tapi sudah terlanjur pesan dan nggak enak mau membatalkan pesanan. Kadang juga karena barang yang dibeli tidak cocok dan akhirnya tidak terpakai. Yes, ternyata saya tidak sendiri. Hehe..

Setelah lama saya amati, saya mulai mengerti mengapa toko online bisa berjaya. Alasan yang klise karena menarik, banyak pilihan, praktis, dan nggak sungkan kalau mau lihat-lihat atau tanya-tanya saja. Tapi menurut saya, yang paling membuat toko online laris adalah karena impuls membeli terjadi lebih cepat. Konsumen melihat barang yang menarik, bisa saja langsung memutuskan untuk membeli dan membuat perjanjian transaksi dengan penjual. Sedangkan di toko konvensional, pembeli bisa memilih barang jalan-jalan dulu, cobain barangnya dulu, banding-bandingin dulu, bahkan kadang kalau capek, malah nggak jadi beli. Hehehe..


Berdasarkan pengalaman, sebenarnya efek 'kecanduan' belanja online ini bisa dihilangkan, tapi butuh waktu juga sih.. Ini kalau saya, lho, ya.. Bisa juga karena saya mudah bosan, jadi di titik tertentu saya bosan deh belanja online. Rasanya sudah tidak ada yang menarik lagi gitu. Mungkin juga karena sudah beberapa kali saya 'dikecewakan' jadi malas beli online. Atau mungkin karena saya sudah tambah dewasa dan mulai memikirkan tabungan jadi sayang mau buang-buang uang?? Gak tau lagi deh.. Hehehee...

Intinya, coba tanyakan ke diri sendiri setiap melihat barang menarik, baik online atau langsung (konvensional). Apakah barang itu penting? Sudah punya atau belum? Benar-benar sreg atau tidak? Dan yang penting, uangnya masih ada atau tidak? Hehehe....

Comments