Anak dan Harta

Semakin banyak saja saya lihat di mall dan pusat-pusat keramaian para orangtua yang jalan-jalan dengan membawa anak-anaknya, bahkan yang masih bayi dengan menggunakan kereta bayi. Kereta itu didorong ke sana kemari, dengan bayinya tidur, terbangun, raut muka bingung, ataupun bersemangat. Para orang tua itu tampak bangga dengan kelucuan bayinya, terkadang tampak tidak peduli dan sibuk dengan kegiatannya berbelanja sementara si bayi bersama dengan si mbak babysitter.

Apakah membawa bayi berbelanja merupakan bentuk perhatian orang tua yang tidak ingin meninggalkan bayinya sendiri di rumah? Apakah itu cara mereka menunjukkan kedekatannya dengan bayi mereka? Kalau ya, mengapa bayinya ditinggal dengan babysitter? Mengapa baju dan barang-barang toko tampak lebih menarik daripada melihat bayinya? Mengapa tidak berkumpul di rumah saja dengan suasana yang lebih nyaman dan tenang bagi bayi?

Pernah saya ngobrol dengan seorang teman tentang membawa bayi ke mall. Saat itu dia bilang, kalau punya bayi, dia  juga ingin membawa bayinya ke mall atau keramaian seperti itu. "Lucu, kan, Ci.. Ntar bayiku aku dandani lucuu, terus bertiga jalan-jalan.". Saya bertanya, "lalu apa gunanya? Supaya orang-orang tahu lucunya si bayi? Berarti pamer? Padahal bayi diajak ke tempat ramai gitu kan kasihan, dia nggak nyaman.. Walaupun tampaknya dia biasa saja atau tertidur, pasti dia capek." Tapi pada akhirnya teman saya tetap berpendapat hal itu baik-baik saja, tidak ada yang salah.

Begitu juga malam ini, saya ngobrol dengan seorang teman yang lain. Walaupun dia berpendapat nggak oke kalau masih bayi diajak jalan-jalan, tapi oke-oke saja kalau sudah anak-anak atau agak besar (baca: bisa jalan). Saya, sih, berpendapat ya nggak apa-apa kalau kadang-kadang diajak jalan, tapi nggak oke kalau sering.

Intinya, saya berpendapat sekarang semakin banyak orang yang suka 'memamerkan' anak-anak mereka. Sah-sah saja mengenalkan anak pada dunia luar, tapi jangan pamer. Pernahkah Anda mendengarkan seseorang bercerita tentang anaknya bisa begini-begitu, pintar ini-itu, sudah meraih gelar ini-itu dan seterusnya? Kalau tujuannya sharing pengalaman, sih, tidak apa-apa. Namun seringnya saya mendengarkan topik itu diangkat tanpa ada tujuan sharing di baliknya, hanya pamer belaka.

Mungkin itu yang dimaksud oleh firman Allah dalam Surat Al Kahfi ayat 46, "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Allah (Tuhanmu) serta lebih baik untuk menjadi harapan." Allah juga mengingatkan, "Ketahuilah bahwa harta dan anak-anak kamu itu merupakan ujian, dan bahwa di sisi Allah terdapat pahala yang besar," (QS. Al Anfal :28)

Seperti pada harta, manusia cenderung ingin 'memamerkan' kehebatan anak-anaknya dibanding anak-anak orang lain. Anak yang pintar, baik, sempurna, dan seterusnya, akan menjadi cobaan bagi orang tuanya untuk tetap rendah hati dan tidak pamer/sombong. Sedangkan anak yang nakal, tidak terlalu pintar, dan seterusnya merupakan ujian bagi orang tuanya agar sabar dan mau terus membimbing anaknya agar menjadi lebih baik.

Saya kurang setuju dengan sikap para orang tua zaman sekarang yang suka mengajak anaknya sejak dini ke mall atau pusat keramaian semacam itu. Selain 'rentan' pamer, menurut saya hal itu akan cukup memberi 'pelajaran' bagi anak tentang gaya hidup konsumtif sejak dini. Ini menurut saya, lhoo.. Saya sendiri belum merasakan memiliki anak. Silahkan jika Anda yang sudah maupun belum memiliki anak jika berpendapat lain. Kekekee :D

Oya, harta dan rezeki juga bisa jadi cobaan lhoo.. Selain bisa membuat kita mendekati kesombongan dan tindakan mubazir, juga membuat kita sibuk bukan main dan capek dalam 'menerima rezeki' tersebut. Contohnya, akhir-akhir ini pesanan produk DASTANE kami sedang banjir (ini pamer gak ya?) dan kami kewalahan nggarap orderan. Tapi karena rezeki tidak boleh ditolak, yaaa alhamdulillah saja lah yaa... Doakan saya dan teman-teman saya, ya.. Semoga lancar bisnis dan skripsi serta kerjaan lainnya.. Amin :)

Comments