Di Sini, yang di Luar Ekspektasi

Jakarta.
Sebuah kota yang semua orang Indonesia pasti mengenalnya. Setidaknya, pasti pernah mendengar namanya di tv, radio atau minimal dari perbincangan orang lain. Simply, karena dia adalah ibukota negara kita. Dan banyak sekali pemberitaan yang menyangkut kota Jakarta, entah itu sepenting berita politik, kriminal, atau budaya, maupun berita tidak penting semacam gosip selebriti, hiburan, konser dan lain-lain.

Saya tidak pernah membayangkan akan pernah mencicip tinggal di kota ini. Saya tidak bercita-cita tinggi, menjadi presiden misalnya, yang sudah pasti akan bertempat tinggal di Jakarta. Yang saya bayangkan adalah tinggal di kota semacam Surabaya, yang hangat, nyaman dan penuh keramahan. Tapi Tuhan berkehendak lain: saya harus ke Jakarta.

Sejak saya kuliah, saya terbiasa ada di lingkungan yang 'ramah', dimana hampir semua (kalau tidak bisa dibilang semua) teman-teman saya berasal dari keluarga biasa saja, yang aware terhadap kewajiban beragama (seperti sholat 5 waktu, misalnya), hidup sederhana (yang memperhitungkan budget dan realisasinya) dan kebiasaan-kebiasaan lain yang mungkin 'anak kos banget'.

Lalu saya membayangkan Jakarta kota yang menyeramkan, keras, penuh bahaya. Karena semua teman saya yang pernah mencicipinya berkata demikian. Atau karena di televisi begitu banyak liputan mengkhawatirkan tentang ibukota ini. Kota hedonis, hura-hura, individual.. Tapi begitu saya di sini, saya melihat beberapa hal di luar image buruk tadi..

Pertama, di sini banyak ada banyak cara untuk berbuat baik. Kalau di kota lain kita mudah saja bawa kendaraan sendiri kemana-kemana, di Jakarta akan sedikit kesulitan karena macetnya yang ruar biasa, sehingga transportasi umum menjadi pilihan. Saya senang saat naik busway, saya melihat perempuan muda yang memberikan kursinya kepada ibu yang menggendong anaknya, atau kepada ibu-ibu lansia, atau wanita hamil.. Jadi tampak mudah sekali untuk mencari pahala di sini (kalau mau lho ya :p) Saya tidak tahu, apakah seperti itu juga keadannya di angkutan umum lainnya. Mungkin Tuhan sengaja menunjukkan kebaikan itu supaya saya ga negatif-negatif amat menilai Jakarta ya? Hehehe

Kedua, kota ini mengajarkan banyak bersabar. Sudah jelas ya, kita harus sabar ketika menghadapi macet yang pasti akan dihadapi kalo kamu ke Jakarta. Untungnya, untuk berangkat kantor dari kos saya, saya hanya tinggal menyeberang jalan saja, jadi saya tidak terlalu merasakan sensasi sabar menghadapi macet saat hectic berangkat kantor takut telat. Tapi pernah lah beberapa kali kalo saya pergi saat weekend atau visit lapangan pas jam kerja, saya ngerasain macet. Dan emang HARUS sabar. Ga bayangin deh kalo harus tiap hari merasakan hal itu.
Tapi yang pasti, saya harus sabar menunggu tanggal kepulangan saya yang jarang. Maklum, masih (calon) karyawan baru, belom dapet cuti. Gaji juga udah pas buat ini-itu, harus nabung dulu buat beli tiket. Yah, belajar sabar...

Ketiga, hmmm... Saya belom nemu poin ketiga. Mungkin next time yah saya update lagi post ini. Kekeke :p

Have a good day everyone^^

Regards,

Comments

  1. tabah ya chi...

    aku ogah juga kalau pindah kesana
    tapi takut kualat sih :-/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku apa kualat ya jangan-jangan. Dulu mana mau cari kerja di luar kota, apalagi Jakarta. Carinya di Surabaya terus, tapi takdir membawaku ke sini.
      Salam buat Kota Surabaya tercinta yah^^

      Delete

Post a Comment