[REVIEW] Spoiler Alert! ~ Rindu - Tere Liye (Part V - END)

Disclaimer: Terdapat edit di sana-sini untuk keperluan penulisan post supaya lebih 'nyambung'. Untuk pengalaman membaca yang lebih lengkap, beli bukunya yah^^

Cerita telah sampai pada akhirnya. 
Sebuah kejadian di kapal haji, yang mencungkil pertanyaan kelima di kapal itu. Sebuah pertanyaan dari seseorang yang selama ini menjadi tempat bertanya: Gurutta sendiri.

"[...] Aku tidak ingin melihat lagi ada yang terluka, Nak." Gurutta berkata lirih.

Kepada Ambo Uleng.

"Gurutta, kita tidak akan pernah bisa meraih kebebasan kita tanpa peperangan! Tidak bisa. Kita harus melawan. Dengan air mata dan darah." Ambo Uleng menggenggam lengan Gurutta. 

"Aku tahu, sejak kejadian di Aceh, meninggalnya Syekh Raniri dan Cut Keumala, sejak saat itu Gurutta berjanji tidak akan menggunakan kekerasan lagi. Melawan lewat kalimat lembut, tulisan-tulisan menggugah, tapi kita tidak bisa mencabut duri di kaki kita dengan itu, Gurutta. Kita harus mencabutnya dengan tangan. Sakit memang, tapi harus dilakukan."

[...]

Gurutta mendongak, menatap langit-langit ruangan. Lihatlah ya Rabbi, betapa menyedihkan dirinya. Orang yang pandai menjawab begitu banyak pertanyaan, sekarang bahkan tidak berani menjawab pertanyaan diri sendiri. [...] Ia pengecut. Ia selalu lari. Tidak sedetik pun ia hadir dalam pertempuran melawan penjajah. 

Tapi malam itu, kelasi yang pendiam itu berhasil mencungkil penjelasan tersebut. Ambo Uleng, dengan wajah yakin, menggenggam tangan Gurutta, berkata perlahan, "Gurutta, aku masih ingat ceramah Gurutta beberapa hari lalu di masjid kapal. Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman."

"Ilmu agamaku dangkal, Gurutta. Tapi malam ini, kita tidak bisa melawan kemungkaran dengan benci dalam hati atau lisan. Kita tidak bisa menasehati perompak itu dngan ucapan-ucapan lembut [...]"

Gurutta menyeka pipinya yang basah, menatap kelasi yang bahkan baru beberapa hari lalu bisa shalat dengan genap. [...] Saatnya ia menunaikan tugasnya sebagai ulama, yang memimpin di garis terdepan melawan kezaliman dan kemungkaran.


Berjuang.
Tidak hanya cukup dengan doa dan harapan.
Terus mencoba dan berbuat yang nyata.
Itulah perjuangan.

Regards,

Comments