Hai Dear..
Back again with book review.
Dan lagi-lagi buku Tere Liye. Lagi jatuh cinta sih sama tulisan-tulisan dia. I amazed on how he 'serves' the story, that actually quite simple, into an amazing plot, events, setting, or whatever it is called in literature terms.
Sebelum Hujan, aku baru baca satu bukunya, yaitu Rindu yang aku bagi jadi 5 part review-nya di blog ini - saking banyaknya hal positif yang pengen aku share dari buku itu. Setelah Rindu, tanpa sadar aku membentuk persepsi di dalam otak, Tere Liye adalah penulis buku berisi nasehat-nasehat yang dikemas dalam sebuah perjalanan fiksional. Ceritanya mengalir indah, berkesan 'vintage' atau apa yaa... Aku ga bisa menggambarkan dengan tepat nih >,<
Kini Hujan, awalnya saja membuatku terpana. Sungguh berbeda. Kalau Rindu bersetting jauh di masa lalu, di zaman penjajahan, Hujan bersetting jauh di masa depan, di sebuah kota canggih berteknologi tinggi! Futuristik!
Dan lagi-lagi, aku terpana dengan betapa canggihnya Tere Liye menyajikan cerita yang cukup simpel - cinta dan melupakan - dengan kejadian-kejadian sekitarnya yang tidak biasa.
Itulah kenangan. Itulah kesedihan. Sebuah bagian yang membentuk kita. Ketika dia hilang, hilang juga lah kita.
Menghilang. Mati.
Maka peluklah kenangan. Terimalah kesedihan.
Karena di setiap helai kenangan, di situ ada sepotong hidup kita.
Regards,
Hana
Back again with book review.
Dan lagi-lagi buku Tere Liye. Lagi jatuh cinta sih sama tulisan-tulisan dia. I amazed on how he 'serves' the story, that actually quite simple, into an amazing plot, events, setting, or whatever it is called in literature terms.
Sebelum Hujan, aku baru baca satu bukunya, yaitu Rindu yang aku bagi jadi 5 part review-nya di blog ini - saking banyaknya hal positif yang pengen aku share dari buku itu. Setelah Rindu, tanpa sadar aku membentuk persepsi di dalam otak, Tere Liye adalah penulis buku berisi nasehat-nasehat yang dikemas dalam sebuah perjalanan fiksional. Ceritanya mengalir indah, berkesan 'vintage' atau apa yaa... Aku ga bisa menggambarkan dengan tepat nih >,<
Kini Hujan, awalnya saja membuatku terpana. Sungguh berbeda. Kalau Rindu bersetting jauh di masa lalu, di zaman penjajahan, Hujan bersetting jauh di masa depan, di sebuah kota canggih berteknologi tinggi! Futuristik!
Dan lagi-lagi, aku terpana dengan betapa canggihnya Tere Liye menyajikan cerita yang cukup simpel - cinta dan melupakan - dengan kejadian-kejadian sekitarnya yang tidak biasa.
--------------------------------------------------[ T E A S E R]------------------------------------------------------
"Ada sebuah legenda yang pantas didengar kembali."Alkisah, ada seorang raksasa patah hati. Sebuah tragedi melukai hatinya. Raksasa itu berlari ke tengah lautan yang dalamnya hanya sebatas pinggangnya - saking besarnya raksasa itu. Dia menangis tersedu di sana, memuul-mukul nestapa permukaan laut. Meraung. Menggerung."Berhari-hari kesedihan itu menguar pekat. Raksasa yang sedih membuat ombak lautan menjadi tinggi. Awan hitam bergulung. Petir dan guntur menyalak di antara raung kesedihannya. Badai melanda pesisir. Kekacauan terjadi di mana-mana. Sungguh malang nasib raksasa itu, kesedihannya seperti kabar buruk bagi sekitar. Penduduk tahu betapa menderitanya raksasa. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa pun"Setelah sembilan belas hari raksasa itu masih menangis di tengah lautan, peri laut memutuskan melakukan sesuatu karena tempat tinggal mereka di laut dalam juga terganggu. Peri menemui raksasa. Menawarkan sebuah solusi yang tidak pernah terpikirkan. Bagaimana cara menghilangkan kesedihan sang raksasa."'Aku tahu betapa sesaknya rasa sakit itu. Setiap hela napas. Setiap detik. Laksana ada beban menindih hati kita. Tangisan membuatnya semakin perih. Ingatan itu terus kembali, kembali, dan kembali. Kau tidak berdaya mengusirnya, bukan?'"Sebagai jawaban, raksasa tersedu lebih kencang."Aku bisa membuat seluruh kesedihan itu pergi selama-lamanya. Tapi harganya sangat mahal. Apakah kau sungguh-sungguh ingin menghapus kenangan yang menyakitkan itu?' peri menawarkan obat terbaik."Raksasa sudah tidak tahan lagi. Dia ingin melenyapkan semua ingatan. seluruh kesedihannya. Maka, tanpa berpikir panjang dia mengangguk."Malam itu, saat purnama tertutup awan, peri mengambil seluruh kesedihan milik raksasa dengan cara mengubah raksasa itu menjadi batu. Saking besarnya tubuh raksasa, batu itu menjadi sebuah pulau. Seketika tubuhnya membatu. Badai reda, awan hitam pergi. Seluruh kesedihan telah hilang."
Itulah kenangan. Itulah kesedihan. Sebuah bagian yang membentuk kita. Ketika dia hilang, hilang juga lah kita.
Menghilang. Mati.
Maka peluklah kenangan. Terimalah kesedihan.
Karena di setiap helai kenangan, di situ ada sepotong hidup kita.
Regards,
Hana
Comments
Post a Comment