Cerita Kehamilanku - Bagian Pertama


Setelah sekian lama, akhirnya saya berani untuk menulis tentang kisah perjalanan kehamilan pertamaku. Sebelumnya, saya merasa khawatir untuk berbagi kisah ini karena merasa terlalu dini untuk diketahui banyak orang. Bisa dibilang, perjalanan kehamilanku cukup terjal dan bikin deg-degan. Tapi, alhamdulillah semuanya merupakan skenario terbaik dari Allah subhanahu wa ta'ala. Cerita kehamilanku ini akan terbagi menjadi beberapa bagian, dengan harapan ceritanya bisa lebih fokus dan lengkap. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para bumil yang mungkin mengalami hal yang sama denganku.

Saya dan suami menikah pada 1 Juli 2018. Saat awal menikah, kami memang tidak pernah mengikuti program hamil ataupun merencanakan kapan ingin punya anak. Kami sepakat bahwa anak adalah bagian dari rezeki Allah yang akan datang cepat atau lambat di saat kami telah dianggap pantas mendapatkannya. Jadilah kami menikmati saja kehidupan awal pernikahan. Pacaran halal, kalau kata orang-orang.

Singkat cerita, sebagai wanita sepertinya wajar ya kalau tiba-tiba muncul kekhawatiran random ketika sudah berapa bulan menikah tapi tidak kunjung hamil juga? Pikiran buruk seperti 'apakah ada yang salah dengan reproduksiku?' atau ketakutan jika tidak bisa mempunyai anak. Well, mungkin saja memang saya, sih, yang mudah parno. Meski saya bilang sebelumnya bahwa kami tidak memprogram kapan ingin punya anak, pikiran-pikiran buruk seperti itu pun tidak terelakkan muncul juga di kepala saya. Meskipun pernikahan terbilang masih sangat baru, saya tetap harap-harap cemas setiap menjelang tanggal haid. Setiap kali tanggal prediksi haid saya terlewat, saya selalu 'ngarep' dan melakukan tes kehamilan sendiri. Lalu setiap muncul hasilnya masih satu garis, saya sedih-sedih sendiri. Se-random itu. Sssst, saat itu saya ga cerita ke suami, karena takut bikin beliau mengkhawatirkan saya yang suka galau (ihh, GR ya? Hehehe).

Di tengah rasa khawatir saya, saya mencoba sebaik mungkin mempersiapkan diri jika pada waktunya nanti akhirnya kami diamanahi seorang anak. Untuk kesiapan fisik, saya mencoba minum susu khusus persiapan hamil dan makan kurma muda. Saya juga banyak makan makanan kaya antioksidan dan asam folat, seperti alpukat. Saya tidak tahu apakah usaha seperti itu berpengaruh, mengingat hanya saya yang mengkonsumsi makanan-makanan itu, kecuali kurma muda yang suami juga suka mengkonsumsinya. Sementara itu, persiapan-persiapan lainnya lebih kepada mulai mempelajari ilmu parenting dan banyak-banyak berdoa kepada Allah memohon yang terbaik menurut-Nya.

Hingga pada akhirnya di bulan Oktober 2018, haid saya yang biasanya jarang telat lama, nggak kunjung datang. Saya tahan-tahan keinginan untuk tes kehamilan karena takut kecewa. Saya juga nggak cerita ke suami kalau sedang 'telat' takut beliau ngarep atau kepikiran saya yang semakin ngarep. Tapi setelah telat haid semingguan, keingintahuan saya tak tertahan lagi. Akhirnya, saya memutuskan untuk tes kehamilan lagi.

Akhirnya di suatu sore menjelang maghrib (iya, sore, karena saya udah ga sabar nunggu besok pagi 😅) saya cek kehamilan. Suami belum pulang kerja, jadi saya sendirian melakukan tes dengan tujuan supaya tidak ada yang akan melihat ekspresi saya nanti kalau-kalau kecewa lagi. Dengan berusaha menekan ekspektasi serendah mungkin, saya memulai tes kehamilannya. Saya tunggu beberapa menit, tergores samar dua garis di permukaan test strip. Shock, saya berteriak kecil sambil gemeteran. Antara kaget, seneng, deg-anan, kayak semua perasaan jadi satu. Saat itu saya benar-benar tidak menyangka yg akan muncul adalah dua garis, bukan satu. Takut ekspektasi semakin melambung tinggi, saya ulangi lagi test kehamilan dengan merek strip tes kehamilan yang berbeda. Alhamdulillah, kembali dua garis muncul di permukaannya.

Saya keluar kamar mandi dengan sedikit melompat-lompat kecil kegirangan. Salah tingkah, sampai lupa saya sore itu mau masak apa buat makan malam. Yang ada di kepala saya hanya bagaimana berita bahagia sekaligus mengejutkan itu saya sampaikan ke suami saya. Saya juga deg-degan membayangkan bagaimana nanti reaksi suami saya saat mendengar berita bahagia ini. Apakah dia juga akan bahagia?

Saya pun berusaha meredam segala perasaan yang membuncah dalam dada karena takut berlebihan. Untuk mengalihkan pikiran, saya akhirnya memasak untuk makan malam. Qadarullah, suami harus lembur malam itu sehingga semakin lama lagi saya harus bersabar menyimpan berita ini sendiri.

Hingga akhirnya suami pulang, setelah sambutan dan basa-basi sedikit, saya beri amplop yang berisi kabar bahagia itu. Dasar saya nggak pandai mengarang cerita, saat suami bertanya itu amplop dari siapa saya tidak punya jawabannya. Tapi entah kenapa, saat itu suami tidak banyak curiga. Begitu melihat isi amplop, wajah suami yang tadinya biasa saja, langsung berubah. Tergambar ekspresi yang sebelum ini belum pernah kulihat di wajahnya, bahkan saat kami menikah. Saya lega, ternyata suami juga bahagia mengetahui kabar ini.

Bahagia. Satu kata itu cukup untuk menggambarkan perasaan kami saat itu. Saya akan menjadi seorang ibu, sementaea suami akan menjadi seorang ayah. Segala bayangan dan rencana akan bertambahnya anggota keluarga kami memenuhi imajinasi. Sedikit rasa khawatir menelisik, apakah kami siap? Tepatnya, apakah SAYA siap? Tapi ternyata, Allah masih sangat sayang pada kami sehingga tidak membiarkan kami terlarut dalam kebahagiaan yang memabukkan. Ada 'kejutan' lain yang Allah siapkan untuk menjaga kami supaya tetap memohon kepada-Nya. Melalui 'kejutan' itu pulalah mungkin Allah hendak mempersiapkan kami untuk menjadi orang tua yang lebih baik lagi.

-- BERSAMBUNG --




Comments