Perjumpaan Pertama - Cerita Kehamilanku Bagian Dua


Setelah di post sebelumnya saya telah menceritakan bagaimana saya dan suami bahagia mengetahui bahwa ada kehidupan baru yang sedang tumbuh dalam rahim saya, di post kali ini saya akan menceritakan bahwa kebahagiaan yang kami alami juga merupakan cobaan di waktu yang sama. Cobaan seperti apa? Jawabannya akan dibahas di sini, namun sebagai disclaimer ceritanya akan cukup panjang. Jadi, boleh lho bacanya sambil rebahan dan bawa camilan 😊

Sebelumnya, saya mohon maaf jika di sini ada istilah kedokteran, penjelasan medis, atau deskripsi medis yang kurang tepat. Saya hanya mampu menjelaskan seingat dan sepemahaman saya saja. Harap maklum yaa ✌

Singkat cerita, berita bahagia tentang kehamilanku akhirnya tersebar. Di kalangan keluarga saja, memang, karena saya pribadi merasa saat itu terlalu dini untuk memberitakannya ke publik yang lebih luas (emang siapa lo? Haha). Intinya, saya pengennya keep it private dan ga nyaman untuk cerita ke terlalu banyak orang. Dan sepertinya hal tersebut saat itu merupakan keputusan tepat.

Tidak lama sejak kami mengetahui bahwa saya positif hamil melalui tes kehamilan pribadi, saya dan suami segera berencana untuk berkunjung ke dokter kandungan. Bukan hanya untuk meyakinkan bahwa saya benar positif hamil, melainkan juga untuk memeriksa bagaimana kondisi kehamilan saya. Ada beberapa hal yang perlu diperiksa sedini mungkin saat hamil trimester pertama, yaitu deteksi kantung kehamilan, bentuk rahim, apakah janin terbentuk di tempat yang tepat, hingga apakah ada resiko-resiko kehamilan yang mungkin muncul. Tidak hanya itu, di pemeriksaan awal ini biasanya dokter akan memberi prediksi HPL atau hari perkiraan lahir si jabang bayi. Untuk melakukannya, dokter akan memeriksa menggunakan USG yang akan bisa melihat ukuran janin yang bisa menunjukkan prediksi usia kehamilan. Saya tulis prediksi, karena biasanya usia kehamilan yang lebih akurat adalah dengan menghitung HPHT atau hari pertama haid terakhir.

Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Saya dan suami berangkat ke dokter kandungan diliputi rasa penasaran sekaligus deg-degan. Sesampai di tempat praktik dokter dan menunggu panggilan, tibalah saatnya untuk pertama kalinya saya menjalani USG untuk 'mengintip' calon baby di dalam perut.

Begitu pemeriksaan dilakukan, tampaklah keberadaan kantung kehamilan yang mengkonfirmasi bahwa saya benar-benar hamil. Kantung kehamilan juga berada di tempat yang seharusnya, bukan di luar kandungan. Lega sekali saya mendengar kabar tersebut. Hingga akhirnya saya memperhatikan dokter sedikit mengubah cara bicaranya, seakan ada sesuatu yang penting untuk disampaikan dengan lebih hati-hati. Menangkap hal tersebut, alarm dalam diri saya bergetar pelan.

Pelan-pelan, dokter mengajak saya dan suami untuk lebih fokus pada gambaran visual rahim saya. Terdapat sedikit bayangan yang berada di bawah kantung kehamilan saya. Seharusnya area tersebut jernih, namun yang muncul di layar adalah gambaran seperti 'kabut tipis'. Itu adalah gumpalan darah yang seharusnya tidak ada di sana. Mendengar informasi tersebut, kelegaan yang tadinya memenuhi rongga dada saya perlahan meluruh.

Ya, terdapat gumpalan darah di rahim saya. Gumpalan darah yang tergambar dari USG disebut hematom atau subchorionic hematoma. Kondisi ini merupakan kondisi pendarahan yang terjadi dari akumulasi darah di dalam lipatan chorion atau membran luar janin di sebelah plasenta. Keberadaan hematoma subchorionic pada kehamilan ini bisa berbahaya. Bukan hanya bisa menimbulkan pendarahan, tapi juga meningkatkan resiko abrupsio plasenta yang bisa menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur.

Ukuran hematoma bisa bervariasi. Jika kecil, maka mungkin akan menimbulkan terjadinya bercak atau flek, namun jika besar sangat mungkin menimbulkan pendarahan yang berlebihan. Saat itu, ukuran hematoma dalam rahim saya relatif agak besar dibandingkan dengan ukuran kantung kehamilan, meski tidak terlalu besar juga mengingat kantung kehamilannya sendiri juga masih kecil.

"Tapi, kehamilan saya baik-baik saja, kan, Dok? Apakah gumpalan darah tersebut akan bisa diserap tubuh dengan sendirinya? Atau ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk membuatnya hilang?" Saya sangat tidak sabar menantikan penjelasan dokter selanjutnya. Jawabannya...

Ya, kehamilan saya saat itu baik-baik saja, meski belum 100% yakin karena saat itu detak jantung janin belum bisa terdeteksi mengingat usia kandungan yang masih sangat muda. Artinya, bisa saja setelah hari tersebut berubah status menjadi tidak baik-baik saja.

Bisa saja tubuh menyerap darah itu dalam beberapa waktu, tapi tidak bisa cepat. Atau, kemungkinan lainnya, gumpalan tersebut meluruh dan terjadi pendarahan, dimana jika hal tersebut terjadi, kantung kehamilan juga bisa ikut 'jatuh' dan terjadi keguguran.

Sontak, kelegaan yang tadinya sempat saya kecap berubah menjadi kekhawatiran. Kekhawatiran semakin memuncak setelah dokter juga bilang bahwa banyak kasus seperti ini berakhir dengan keguguran meski ada juga yang tidak. Saya melirik suami saya, terlihat beliau bisa menguasai emosinya. Sementara saya, mungkin sudah tergambar di raut wajah saya bahwa perasaan saya sudah dipenuhi dengan rasa khawatir dan pesimis. Di waktu yang sama, saya bertekad untuk bersedia melakukan perawatan apapun untuk menjaga kehamilan saya, baik obat, terapi, atau tindakan yang mungkin bisa membantu menghilangkan gumpalan darah tanpa membahayakan janin yang saya kandung.

Tapi, dokter hanya meminta saya untuk banyak berjemur di pagi hari. Menurutnya, kekurangan vitamin D bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya gumpalan darah. Dengan berjemur, diharapkan gumpalan tidak membesar atau meluas, yang bisa membahayakan kandungan saya. Di saat yang sama, saya juga diberi obat-obatan. Seingat saya, obat-obatan yang diberi hanya untuk membantu penyerapan gumpalan darah oleh tubuh dan vitamin kehamilan. Oleh karena itu, hanya berjemur dan mengkonsumsi obat yang diberikan saja yang bisa saya lakukan sambil menunggu waktu kontrol berikutnya untuk melihat apakah janin berkembang dengan baik. Saya juga mulai membatasi aktivitas saya sehari-hari dan segera istirahat jika merasa capek. Harapannya, di waktu kontrol berikutnya kami bisa mendengar detak jantung janin yang menandakan bahwa janin dalam kondisi baik.

Meski saya memiliki tekad kuat untuk menjaga kehamilan saya, di saat yang sama saya juga mulai menata kembali segala emosi yang ada. Saya berharap sekali kandungan saya akan terus baik-baik saja, tapi saya juga harus siap jika hal buruk terjadi. Bukan saya su'udzon akan terjadi hal buruk, tapi saya tidak mau jika qadarullah kandungan saya tidak selamat saya menghadapinya dengan tidak siap. Tetap, semua yang terjadi adalah kehendak Allah sehingga jika ada satu hal yang pasti harus dilakukan adalah terus memohon pada Allah untuk diberi yang terbaik sembari terus ikhtiar dan tawakkal.

Pertemuan pertama inilah yang menjadikan saya sadar bahwa kehamilan saya beresiko. Pertemuan pertama ini juga yang selanjutnya akan menjadi background story terjadinya beberapa insiden yang menjadikan perjalanan kehamilan saya cukup menegangkan.

--BERSAMBUNG--

Comments