Curhat Sedikit Tentang Hasil Survey Hari Ini

Hari ini saya dan beberapa teman saya cuci mata ke Madura untuk survey tempat KKN saya bulan depan. Bagi beberapa teman saya, tadi adalah survey kedua, sedangkan bagi saya masih yang pertama.

Perjalanan ke sana berlangsung cukup menyenangkan. Pemandangan juga indah. Hamparan sawah luas sejauh mata memandang, gunung di kejauhan, rumah tidak terlalu rapat. Yah, seperti daerah-daerah desa pada umumnya. Jalannya pun cukup bagus, walaupun cukup sering menemui jalan yang tidak mulus dan aspal yang lubang-lubang, tapi semua masih bisa ditolerir.

Setelah perjalanan kurang lebih 2 jam, akhirnya kami sampai di desa calon tempat tinggal kami selama sebulan. Serius, desanya masih desa sekali, bahkan lebih desa daripada Desa Pancakarya. Ya, memang saya tidak pernah tahu Desa Pancakarya yang sampai ke dalam-dalam sih, tapi dilihat dari kemudahan jangkauan transportasi dan tingkat kebersihannya sih bisa saya asumsikan bahwa Desa Pancakarya masih sangat 'kota' daripada desa yang tadi saya kunjungi.

Pertama kami datang, kami disuguhi teh manis [sekali] hangat. Saya dengar dari cerita teman pasca survey pertama, sih, air itu berasal dari air sungai. Tapi tadi saya melihat rupa airnya cukup jernih, seperti air teh pada umumnya, jadi ya saya minum saja. Alhamdulillah, sampai sekarang, sekitar 8 jam pasca minum, perut saya baik-baik saja. Saya lega, berarti saya masih bisa selamat dari dehidrasi di sana. 

Lalu kami berjalan ke rumah seorang ustad yang mengajar di TK dan Madrasah di sana. Perjalanan cukup menyenangkan, melewati pematang sawah yang lebar, tidak berlumpur [karena tidak hujan], juga tidak terlalu jauh. Tapi saya jadi tahu, kalau desa yang akan kami tempati itu panas. Jadi saya sepertinya tidak perlu khawatir terserang penyakit-akibat-kedinginan saya saat KKN nanti. 

Sebelum kami beranjak pulang, saya menyempatkan diri untuk melihat secara langsung ICON dari desa saya : Jamban Cemplung, yang mendadak terkenal sejak survey pertama teman-teman saya dan selalu menjadi trending topic setiap rapat kami. Kemarin-kemarin sih, saya akhirnya bisa menata mental melihat foto jamban itu. Tapi tadi, setelah saya melihat secara langsung, OH NO! Jamban itu dihiasi cipratan-cipratan berwarna kuning yang tidak jelas [maaf, agak jorok]!! Bagaikan melihat emas, saya akhirnya mundur teratur, mengurungkan diri untuk melihat lebih dekat. Sayangnya ingatan itu terlanjur melekat kuat di kepala saya dan mental saya yang sudah tertata kemarin-kemarin runtuh sudah.


jamban dari luar..monggo diintip...


ini namanya jamban cemplung, icon desa kami yang happening banget jadi bahan pikiran..


Akhirnya, kami pulang dengan berjuta cita-cita tentang program kerja kami nanti berdasar hasil survey hari ini. Saya sendiri semakin bingung dengan program kerja ekonomi karena melihat pola hidup mereka yang sudah stagnan, lahan yang potensial tapi belum dimanfaatkan, hasil bumi yang banyak tapi belum menambah nilai dan lain-lain. Sebenarnya ada cita-cita mau bikin ini-itu,tapi sumber daya manusia yang saya punya sepertinya tidak menguasai. Sampai akhirnya lamunan saya terpecah karena kami berhenti di puskesmas pembantu untuk bertanya masalah tingkat kesehatan desa.

Beberapa lama kami di sana, 'mewawancarai' bu bidan yang bertugas di puskesmas itu. Ya, bu bidan, bukan dokter, bersama suaminya yang perawat.puskesmasnya kecil saja, dengan 1 toilet pasien yang bersih, 2 ruang periksa, dan 1 ruang tunggu yang kecil. Puskesmas itu bersebelahan dengan rumah dinas bu bidan yang juga kecil tapi bersih. Kami duduk-duduk di ruang tunggu dan berbincang-bincang dengan bu bidan. Sampai akhirnya ada 1 pertanyaan penting [untuk cewek] yang sejak awal menjadi misteri bagi kami sekelompok.

Percakapan antara kami (K) dan Bu Bidan (B):
K: "Oh iya, Bu, kalau orang sini datang bulan, pakai apa, Bu?"
B: "Pakai softek kok, Mbak"
K: "Terus buangnya gimana? Dicuci dulu baru dibuang atau langsung dibuang begitu saja, Bu?"
B: "Nah, kalau orang sini ya langsung dibuang, Mbak...."
K: (berpikir, mencerna perkataan Bu Bidan)
B: "Masalahnya, mereka buangnya di sungai, Mbak..." (dengan wajah yang masih tenang)
K: (Shock) "Lhah, kan kalo minum pakai air sungai, Bu, tapi kok..." (sudah tidak sanggup berkata-kata)
B: "Ya itu dia masalahnya..."

Wah, berita di atas menjadi penutup perjalanan kami yang menakjubkan...

Dan pikiran yang masih tersisa di benak saya sampai sekarang, bagaimana bisa di dunia yang serba modern seperti sekarang ini, masih ada desa seperti itu yang tersisa..Wallahualam...

Comments

  1. ada 2 pertanyaan ci,
    1) kkn-mu ngambil tema apa kok sampe masuk ke desa?
    2) apa arti nama blogmu mapassionne?

    ReplyDelete
  2. 1) soalnya kkn itu aku ditempatkan di desa itu..makanya harus survey lokasi untuk tahu proker seperti apa yg dibutuhkan desa itu sekaligus mengira-ngira apa aja yang harus kami bawa untuk hidup di sana.

    2) mapassionne = my passion = kegemaranku

    ReplyDelete
  3. oke, dimengerti.
    gak ada novel seru baru ci?
    lama gak pinjem novelmu.
    terakhir baca serinya bartolomeus

    ReplyDelete
  4. lama gak beli novel..ga ada anggaran ke sana..hhe
    jangan out of thread yaa... :)

    ReplyDelete

Post a Comment