Tanya Vladimir memandangi seragam abu-abu yang dikenakannya. Seragam yang serupa juga dikenakan ayah dan ibunya yang sedang duduk di depannya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju Metro Court, tempat akan diadakannya Peradilan Besar yang dilakukan setiap tahun di Metropolis.
Kereta yang mereka tumpangi berderit pelan penuh dengan penumpang berseragam abu-abu yang sama. Sesuai peraturan pemerintah Metropolis, seluruh warga diharuskan menghadiri Peradilan Besar ini, dimana akan dibuat peraturan-peraturan negara baru dan penjatuhan hukuman-hukuman bagi para pemberontak di hadapan semua orang. Maka pada hari ini semua aktivitas sehari-hari warga ditunda, sekolah-sekolah diliburkan, seluruh kegiatan berpusat di Metro Court, Metropolis.
Para penumpang kereta mengobrol pelan dalam kelompok-kelompok kecil. Tanya memperhatikan dari tahun ke tahun, tampaknya posisi duduk di kereta tidak pernah berubah. Kalaupun ada perubahan, tampaknya tidak banyak. Selama 16 tahun hidupnya, Tanya belajar bahwa warga Metro cenderung sulit mempercayai orang lain, khususnya orang-orang di luar klan familinya. Bahkan Tanya diajarkan oleh orang tuanya untuk tidak mempercayai orang lain selain dirinya sendiri. Sampai saat ini pun Tanya masih tidak mengerti alasannya. Dia hanya memandang pemandangan ladang di luar jendela kereta yang tampak sepi ditinggalkan para petani ke Metropolis.
Tanya melamun sepanjang perjalanan hingga akhirnya kereta melambat dan akhirnya berhenti di Stasiun Fin. Satu per satu para penumpang turun dan berbondong-bondong berjalan ke pusat kota, tempat Metro Court berada. Sejauh Tanya memandang, yang dilihatnya adalah gelombang manusia dalam seragam abu-abu berjalan berkelompok ke arah yang sama.
Sementara itu Tanya dan kedua orang tuanya, bersama beberapa orang keluarga Vladimir yang tersisa, berjalan pelan. Menurut cerita orang tuanya, ada masa ketika klan Vladimir cukup memiliki kekuasaan di Metropolis. Namun, suatu saat ada beberapa rumor yang mengatakan bahwa Alastair Vladimir, kakek buyut Tanya, merencanakan sebuah pemberontakan melawan Metropolis yang selalu menarik pajak tinggi dari kota-kota yang mengelilinginya. Rumor itu memicu perburuan Alastair dan beberapa anggota klan Vladimir yang dicurigai terlibat pemberontakan. Mereka dijatuhi hukuman saat Peradilan besar dan sejak saat itu seluruh anggota klan Vladimir sering menjadi kambing hitam setiap ada pemberontakan yang terjadi. Oleh karena itu pula, hampir tidak ada anggota klan lain yang berani dekat dengan klan Vladimir, khawatir akan dikait-kaitkan jika ada masalah.
Metro, sebuah negara kecil yang tampak tenang dan damai. Warganya hidup sederhana di kota-kota kecilnya dari hasil bertani dan berdagang. Pemerintahan Metro berpusat di Metropolis, tempat semua persaingan bergejolak di balik setiap sikap terhormat dan ramah para pejabat pemerintahan. Mereka bersitegang tanpa kata-kata, saling menghancurkan dengan tetap menyunggingkan senyum di wajah mereka, seolah tidak terjadi apa-apa. Jabatan. Satu hal yang diinginkan oleh setiap orang di Metropolis: kekuasaan.
Dan Metro Court adalah satu kesempatan untuk menunjukkan kekuasaan. Atau menambah kekuasaan, jika memungkinkan.
Tanya menghela napas. Warga Metro tampak damai, tapi dibalik semua itu, mereka semua ketakutan akan kekuasaan pemerintah. Metropolis bisa saja tiba-tiba memberi tuduhan palsu, demi menyajikan pemberontak di Metro Court. Satu kambing hitam saja, cukup untuk mengingatkan warga tentang kekuasaan mereka. Jika memang ada kiamat, Tanya yakin mungkin ini adalah awal dari kiamat. Saat penguasa tidak lagi adil dan mencintai rakyatnya, saat rakyat sudah tidak lagi berani memperjuangkan keadilan. Singkat kata, saat ketidakadilan sudah menjadi hal biasa.
Jalanan semakin ramai. Titik pertemuan seluruh warga Metro sudah dekat. Para warga berjubel memasuki gerbang besar Metro Court. Kemudian berbaris dua-dua memasuki pintu besar dengan diperiksa terlebih dahulu oleh petugas keamanan, memastikan tidak ada warga yang membawa senjata dan berinisiatif memprovokasi acara tahunan ini.
Tanya, bersama orang tua dan keluarganya, ikut berdesakan mengantri masuk Gedung Metro Court. Setelah menunjukkan kartu identitas dan petugas keamanan melaksanakan pemeriksaan standar, Tanya melangkahkan kakinya memasuki Gedung. Tampaknya pilar Gedung semakin besar, mengimbangi Gedung yang dipertinggi dan diperluas.Tangga berliku menyambut Tanya, membimbing warga untuk menuruninya memasuki Hall, tempat semua orang berkumpul dan menyaksikan Peradilan Besar.
Tanya masih tidak mengerti mengapa Metro Court dibangun dengan konstruksi yang aneh. Gedung ini dibangun di sebuah lembah, namun atapnya begitu tinggi hingga melebihi dataran. Di dalam Gedung ini semua orang merasa sangat kecil melihat atap Gedung yang terasa sangat tinggi dari dalamnya. Namun bisa dirasakan manfaat pembangunan Gedung yang sangat tinggi ini, di dalamnya terasa sejuk walaupun diisi begitu banyak manusia. Tanya juga berpikir, apa mungkin adanya tangga berliku dan dataran ada jauh di atas bertujuan untuk menghapus ide konyol untuk kabur atau mengendap-endap keluar di tengah acara?
Tanya berpisah dengan keluarganya, berkumpul bersama anak-anak sebayanya. Tanya berdiri diam, menonton beberapa anak di dekatnya bermain dalam kelompok kecil sembari menunggu Peradilan dimulai. Salah satu dari anak itu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya.
"Hei, lihat! Ini mainan baru buatan ayahku! Kata ayah, benda ini bisa berputar tanpa henti jika dijatuhkan dengan keras ke lantai!" serunya, menarik anak-anak lain di sekitarnya menoleh ingin tahu. Tidak lama kemudian, anak tersebut menjatuhkan mainan yang terbuat dari besi tersebut ke lantai.
Suara denting besi bertemu lantai terdengar cukup nyaring di tengah suara-suara bergumam warga yang tidak berani bersuara keras. Selama beberapa detik, mainan besi tersebut terdiam di lantai. Tanya menahan dengusan kecewa, mainan itu tidak bisa berputar seperti ucapan anak itu tadi. Anak-anak lainnya, termausk si pemilik mainan, juga tampak kecewa melihat mainan besi yang terdiam di lantai. Beberapa detik keheningan berlangsung, lalu anak-anak sudah tidak lagi memandang ingin tahu terhadap mainan itu. Semua mulai berpaling dan mencari hal menarik lain.
Tanya, yang merasa tidak ada hal lain yang menarik, tetap memandangi mainan besi itu. Beberapa menit berlalu, mainan yang terabaikan di lantai itu pelan-pelan menunjukkan sedikit pergerakan, Awalnya hanya bergerak pelan, lama-kelamaan berputar. Putarannya makin lama makin cepat, sehingga mainan itu tampak sedikit melayang. Tanya terus memperhatikan mainan itu, begitu pula anak-anak lain di sekitarnya.
Tiba-tiba saja mainan itu membesar, seiring perputarannya yang semakin cepat. Suara berdesing mengiringi keluarnya mata pisau di sisi-sisi mainan bulat itu. Mainan itu mulai melompat-lompat terpantul di lantai dan terpental ke salah satu pilar. Pelan tapi pasti, pilar besar itu tergores dan serpihan-serpihan batu mulai rontok akibat gesekan panas. Tanya mulai merasakan kekhawatiran aneh merambati perasaannya. Meskipun tampak tidak mungkin mainan sekecil itu bisa memotong pilar raksasa Gedung Metro Court, tapi melihat putaran mainan yang tidak berkurang karena gesekan dan mata pisau yang semakin lama tampak beberapa milimeter lebih panjang, Tanya merasa hal mustahil itu mungkin saja terjadi. Kepanikan mulai menjalar dalam dirinya. Ayah, ibu. Mereka harus diberitahu, Gedung akan hancur.
Tanya berlari menerobos kerumunan anak-anak yang masih tertegun memandangi mainan besi, melompati pagar besi rendah pemisah antar kelompok usia seraya melempar pandangan ke segala arah mencari sosok ayah dan ibunya. Para orang dewasa tampak berdiri diam, hanya sedikit yang mengobrol dengan orang di sebelahnya. Hingga akhirnya Tanya menemukan sosok ayahnya, berdiri diam seakan tidak ada orang di sekitarnya.
"Ayah!" panggil Tanya dengan suara sepelan mungkin, walaupun sepelan apapun suaranya akan tetap terdengar di tengah gumaman pelan orang di sekitarnya.
"Hei, Tanya, apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau tidak boleh melewati pagar pembatas itu!" Ayah berkata panik.
"Ayah, Gedung akan hancur! Tadi ada salah satu anak membawa mainan besi yang berputar memotong pilar! Ayo segera kita cari ibu, kita harus segera keluar dari sini!"
"Hei, anak kecil! Mana mungkin pilar raksasa Gedung bisa hancur hanya karena sebuah mainan? Kau mungkin mengigau, Nak!" cemooh seorang laki-laki tua.
Tanya tidak mempedulikan cemooh laki-laki tua itu. Tanya menarik ayahnya, ingin menunjukkan langsung hal yang tadi dia ceritakan. Ayahnya bergegas mengikuti langkah Tanya. Sesampainya di tengah kerumunan anak-anak yang memperhatikan mainan besi, ayah Tanya tertegun. Dia sadar, pilar raksasa itu mungkin saja bisa rusak karena sebuah mainan. Mainan besi itu sendiri kini sudah semakin besar, hampir seukuran piring dan putarannya tidak berkurang sedikit pun.
"Tanya, ayo kita segera pergi dari Gedung, cari ibu. Kau larilah dulu ke tangga dan langsung naik keluar. Biar Ayah yang mencari ibu," perintah ayahnya.
Tanya berlari ke tangga, dengan mata anak-anak lain mengikutinya. Tanya mengerti akan ada hukuman bagi siapapun yang keluar dari Gedung sebelum acara selesai, apalagi sebelum acara dimulai.
'Ah, masa bodoh Peradilan Besar. Lagipula, siapa yang akan memberi hukuman? Gedung ini sendiri akan runtuh mengubur kita semua kalau kita tidak segera kabur keluar,' pikir Tanya.
Saat Tanya sampai setengah perjalanan naik keluar, terdengar suara berdebum batu yang jatuh. Ternyata di belakangnya sudah terjadi keributan besar. Tanya sibuk dengan pikirannya, sehingga tidak menyadarinya sama sekali. Tapi perintah ayahnya jelas, dia harus lari keluar.
Tanya terengah-engah menaiki anak tangga. Hingga sampai di atas, dia mendorong pintu besar Metro Court. Dia menepi dan menyandarkan tubuhnya ke tembok, menanti ayah-ibunya sambil mengatur nafasnya. Beberapa detik kemudian, barulah banyak orang menghambur keluar sambil terengah-engah, disusul suara debuman batu kedua. Dua pilar sudah runtuh. Tanya tidak mengkhawatirkan keluarga Vladimir lain, toh dia tidak cukup dekat dengan mereka. Dia hanya mengkhawatirkan ayah dan ibunya.
BUUUMMM.. Dentuman ketiga. Tanya mulai khawatir. Berapa pilar yang diperlukan untuk menjaga Metro Court tetap berdiri? Tanya hanya berharap, waktu yang tersisa cukup bagi ibu dan ayahnya untuk keluar dari Metro Court. Tidak lama kemudia, dia melihat ayahnya bersama warga lainnya berdesakan keluar dari pintu keluar. Tapi tanpa ibunya.
"Ayah! Ayah! Aku di sini!" teriak tanya sambil berlari ke arah ayahnya. Dia menuntun ayahnya yang kehabisan nafas ke tembok Metro Court untuk bersandar. "Yah, ibu mana?" tanyanya begitu ayahnya sudah tenang bersandar di tembok.
"Ayah tidak bisa mencari ibu di tengah keributan itu. Ayah sudah berlari ke barisan para wanita, tapi semuanya berlarian panik setelah melihat pilar pertama yang runtuh. Hingga pilar kedua runtuh, Ayah masih belum berhasil menemukan ibumu. Akhirnya Ayah berlari keluar, mungkin ibu sudah bersama wanita-wanita lainnya keluar dari Gedung," cerita ayah Tanya.
Tanah bergetar seperti ada gempa bumi. Tanya menarik ayahnya menjauhi tembok, khawatir tembok akan runtuh. Suara gemuruh mengiringi getaran tanah, sekejap saja atap melengkung Metro Court runtuh. Tanya dan ayahnya membeku takjub melihat atap Metro Court yang sebelumnya tampak megah dan kokoh berdiri di permukaan, tiba-tiba saja tinggal berupa reruntuhan.
Ibu...
Kita tidak pernah tau, sesuatu yang begitu hebat akan sampai kapan mampu bertahan. Sesuatu yang tampaknya kokoh, kuat, dan selama ini mengagumkan sehingga semua orang menjadikannya pegangan, mempercayakan semuanya, suatu saat akan hancur dan tidak ada bedanya dengan debu. Dan seringnya, perusak yang menggerogoti kekokohan itu justru muncul dari dalam, hal kecil yang semula ditertawakan dan dianggap tidak berarti dibandingkan hal besar itu. Dan yang pasti, tidak ada sesuatu bernama keabadian. Apapun itu pasti ada akhir yang menunggu.
Metro, sebuah negara kecil yang tampak tenang dan damai. Warganya hidup sederhana di kota-kota kecilnya dari hasil bertani dan berdagang. Pemerintahan Metro berpusat di Metropolis, tempat semua persaingan bergejolak di balik setiap sikap terhormat dan ramah para pejabat pemerintahan. Mereka bersitegang tanpa kata-kata, saling menghancurkan dengan tetap menyunggingkan senyum di wajah mereka, seolah tidak terjadi apa-apa. Jabatan. Satu hal yang diinginkan oleh setiap orang di Metropolis: kekuasaan.
Dan Metro Court adalah satu kesempatan untuk menunjukkan kekuasaan. Atau menambah kekuasaan, jika memungkinkan.
Tanya menghela napas. Warga Metro tampak damai, tapi dibalik semua itu, mereka semua ketakutan akan kekuasaan pemerintah. Metropolis bisa saja tiba-tiba memberi tuduhan palsu, demi menyajikan pemberontak di Metro Court. Satu kambing hitam saja, cukup untuk mengingatkan warga tentang kekuasaan mereka. Jika memang ada kiamat, Tanya yakin mungkin ini adalah awal dari kiamat. Saat penguasa tidak lagi adil dan mencintai rakyatnya, saat rakyat sudah tidak lagi berani memperjuangkan keadilan. Singkat kata, saat ketidakadilan sudah menjadi hal biasa.
Jalanan semakin ramai. Titik pertemuan seluruh warga Metro sudah dekat. Para warga berjubel memasuki gerbang besar Metro Court. Kemudian berbaris dua-dua memasuki pintu besar dengan diperiksa terlebih dahulu oleh petugas keamanan, memastikan tidak ada warga yang membawa senjata dan berinisiatif memprovokasi acara tahunan ini.
Tanya, bersama orang tua dan keluarganya, ikut berdesakan mengantri masuk Gedung Metro Court. Setelah menunjukkan kartu identitas dan petugas keamanan melaksanakan pemeriksaan standar, Tanya melangkahkan kakinya memasuki Gedung. Tampaknya pilar Gedung semakin besar, mengimbangi Gedung yang dipertinggi dan diperluas.Tangga berliku menyambut Tanya, membimbing warga untuk menuruninya memasuki Hall, tempat semua orang berkumpul dan menyaksikan Peradilan Besar.
Tanya masih tidak mengerti mengapa Metro Court dibangun dengan konstruksi yang aneh. Gedung ini dibangun di sebuah lembah, namun atapnya begitu tinggi hingga melebihi dataran. Di dalam Gedung ini semua orang merasa sangat kecil melihat atap Gedung yang terasa sangat tinggi dari dalamnya. Namun bisa dirasakan manfaat pembangunan Gedung yang sangat tinggi ini, di dalamnya terasa sejuk walaupun diisi begitu banyak manusia. Tanya juga berpikir, apa mungkin adanya tangga berliku dan dataran ada jauh di atas bertujuan untuk menghapus ide konyol untuk kabur atau mengendap-endap keluar di tengah acara?
Tanya berpisah dengan keluarganya, berkumpul bersama anak-anak sebayanya. Tanya berdiri diam, menonton beberapa anak di dekatnya bermain dalam kelompok kecil sembari menunggu Peradilan dimulai. Salah satu dari anak itu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya.
"Hei, lihat! Ini mainan baru buatan ayahku! Kata ayah, benda ini bisa berputar tanpa henti jika dijatuhkan dengan keras ke lantai!" serunya, menarik anak-anak lain di sekitarnya menoleh ingin tahu. Tidak lama kemudian, anak tersebut menjatuhkan mainan yang terbuat dari besi tersebut ke lantai.
Suara denting besi bertemu lantai terdengar cukup nyaring di tengah suara-suara bergumam warga yang tidak berani bersuara keras. Selama beberapa detik, mainan besi tersebut terdiam di lantai. Tanya menahan dengusan kecewa, mainan itu tidak bisa berputar seperti ucapan anak itu tadi. Anak-anak lainnya, termausk si pemilik mainan, juga tampak kecewa melihat mainan besi yang terdiam di lantai. Beberapa detik keheningan berlangsung, lalu anak-anak sudah tidak lagi memandang ingin tahu terhadap mainan itu. Semua mulai berpaling dan mencari hal menarik lain.
Tanya, yang merasa tidak ada hal lain yang menarik, tetap memandangi mainan besi itu. Beberapa menit berlalu, mainan yang terabaikan di lantai itu pelan-pelan menunjukkan sedikit pergerakan, Awalnya hanya bergerak pelan, lama-kelamaan berputar. Putarannya makin lama makin cepat, sehingga mainan itu tampak sedikit melayang. Tanya terus memperhatikan mainan itu, begitu pula anak-anak lain di sekitarnya.
Tiba-tiba saja mainan itu membesar, seiring perputarannya yang semakin cepat. Suara berdesing mengiringi keluarnya mata pisau di sisi-sisi mainan bulat itu. Mainan itu mulai melompat-lompat terpantul di lantai dan terpental ke salah satu pilar. Pelan tapi pasti, pilar besar itu tergores dan serpihan-serpihan batu mulai rontok akibat gesekan panas. Tanya mulai merasakan kekhawatiran aneh merambati perasaannya. Meskipun tampak tidak mungkin mainan sekecil itu bisa memotong pilar raksasa Gedung Metro Court, tapi melihat putaran mainan yang tidak berkurang karena gesekan dan mata pisau yang semakin lama tampak beberapa milimeter lebih panjang, Tanya merasa hal mustahil itu mungkin saja terjadi. Kepanikan mulai menjalar dalam dirinya. Ayah, ibu. Mereka harus diberitahu, Gedung akan hancur.
Tanya berlari menerobos kerumunan anak-anak yang masih tertegun memandangi mainan besi, melompati pagar besi rendah pemisah antar kelompok usia seraya melempar pandangan ke segala arah mencari sosok ayah dan ibunya. Para orang dewasa tampak berdiri diam, hanya sedikit yang mengobrol dengan orang di sebelahnya. Hingga akhirnya Tanya menemukan sosok ayahnya, berdiri diam seakan tidak ada orang di sekitarnya.
"Ayah!" panggil Tanya dengan suara sepelan mungkin, walaupun sepelan apapun suaranya akan tetap terdengar di tengah gumaman pelan orang di sekitarnya.
"Hei, Tanya, apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau tidak boleh melewati pagar pembatas itu!" Ayah berkata panik.
"Ayah, Gedung akan hancur! Tadi ada salah satu anak membawa mainan besi yang berputar memotong pilar! Ayo segera kita cari ibu, kita harus segera keluar dari sini!"
"Hei, anak kecil! Mana mungkin pilar raksasa Gedung bisa hancur hanya karena sebuah mainan? Kau mungkin mengigau, Nak!" cemooh seorang laki-laki tua.
Tanya tidak mempedulikan cemooh laki-laki tua itu. Tanya menarik ayahnya, ingin menunjukkan langsung hal yang tadi dia ceritakan. Ayahnya bergegas mengikuti langkah Tanya. Sesampainya di tengah kerumunan anak-anak yang memperhatikan mainan besi, ayah Tanya tertegun. Dia sadar, pilar raksasa itu mungkin saja bisa rusak karena sebuah mainan. Mainan besi itu sendiri kini sudah semakin besar, hampir seukuran piring dan putarannya tidak berkurang sedikit pun.
"Tanya, ayo kita segera pergi dari Gedung, cari ibu. Kau larilah dulu ke tangga dan langsung naik keluar. Biar Ayah yang mencari ibu," perintah ayahnya.
Tanya berlari ke tangga, dengan mata anak-anak lain mengikutinya. Tanya mengerti akan ada hukuman bagi siapapun yang keluar dari Gedung sebelum acara selesai, apalagi sebelum acara dimulai.
'Ah, masa bodoh Peradilan Besar. Lagipula, siapa yang akan memberi hukuman? Gedung ini sendiri akan runtuh mengubur kita semua kalau kita tidak segera kabur keluar,' pikir Tanya.
Saat Tanya sampai setengah perjalanan naik keluar, terdengar suara berdebum batu yang jatuh. Ternyata di belakangnya sudah terjadi keributan besar. Tanya sibuk dengan pikirannya, sehingga tidak menyadarinya sama sekali. Tapi perintah ayahnya jelas, dia harus lari keluar.
Tanya terengah-engah menaiki anak tangga. Hingga sampai di atas, dia mendorong pintu besar Metro Court. Dia menepi dan menyandarkan tubuhnya ke tembok, menanti ayah-ibunya sambil mengatur nafasnya. Beberapa detik kemudian, barulah banyak orang menghambur keluar sambil terengah-engah, disusul suara debuman batu kedua. Dua pilar sudah runtuh. Tanya tidak mengkhawatirkan keluarga Vladimir lain, toh dia tidak cukup dekat dengan mereka. Dia hanya mengkhawatirkan ayah dan ibunya.
BUUUMMM.. Dentuman ketiga. Tanya mulai khawatir. Berapa pilar yang diperlukan untuk menjaga Metro Court tetap berdiri? Tanya hanya berharap, waktu yang tersisa cukup bagi ibu dan ayahnya untuk keluar dari Metro Court. Tidak lama kemudia, dia melihat ayahnya bersama warga lainnya berdesakan keluar dari pintu keluar. Tapi tanpa ibunya.
"Ayah! Ayah! Aku di sini!" teriak tanya sambil berlari ke arah ayahnya. Dia menuntun ayahnya yang kehabisan nafas ke tembok Metro Court untuk bersandar. "Yah, ibu mana?" tanyanya begitu ayahnya sudah tenang bersandar di tembok.
"Ayah tidak bisa mencari ibu di tengah keributan itu. Ayah sudah berlari ke barisan para wanita, tapi semuanya berlarian panik setelah melihat pilar pertama yang runtuh. Hingga pilar kedua runtuh, Ayah masih belum berhasil menemukan ibumu. Akhirnya Ayah berlari keluar, mungkin ibu sudah bersama wanita-wanita lainnya keluar dari Gedung," cerita ayah Tanya.
Tanah bergetar seperti ada gempa bumi. Tanya menarik ayahnya menjauhi tembok, khawatir tembok akan runtuh. Suara gemuruh mengiringi getaran tanah, sekejap saja atap melengkung Metro Court runtuh. Tanya dan ayahnya membeku takjub melihat atap Metro Court yang sebelumnya tampak megah dan kokoh berdiri di permukaan, tiba-tiba saja tinggal berupa reruntuhan.
Ibu...
Kita tidak pernah tau, sesuatu yang begitu hebat akan sampai kapan mampu bertahan. Sesuatu yang tampaknya kokoh, kuat, dan selama ini mengagumkan sehingga semua orang menjadikannya pegangan, mempercayakan semuanya, suatu saat akan hancur dan tidak ada bedanya dengan debu. Dan seringnya, perusak yang menggerogoti kekokohan itu justru muncul dari dalam, hal kecil yang semula ditertawakan dan dianggap tidak berarti dibandingkan hal besar itu. Dan yang pasti, tidak ada sesuatu bernama keabadian. Apapun itu pasti ada akhir yang menunggu.
Comments
Post a Comment