Jika 'badai pasti berlalu' menurut saya terlalu keras dan berkonotasi negatif, maka saya lebih suka dengan kiasan 'pelangi muncul setelah hujan'. Bermakna hampir sama, menurut saya. Pada intinya, semua hal yang sulit pada akhirnya akan bahagia juga jika kita lebih bersabar dan ikhlas ketika menjalaninya. Karena tidak ada rencana Allah yang tidak sempurna, bukan?
Baca juga:
- Cerita Kehamilan Saya Bagian Satu
- Cerita Kehamilan Saya Bagian Dua
- Cerita Kehamilan Saya Bagian Tiga
Perjalanan kehamilan saya yang tampaknya cukup 'terjal' karena diwarnai darah dan air mata (in literal meaning), ternyata masih belum selesai sampai di situ saja. Di akhir trimester dua, saya cukup dikagetkan oleh informasi dari dokter bahwa air ketuban saya kurang DAN ukuran bayi saya terlalu kecil dibanding usia kehamilan saya. Mari saya jelaskan satu per satu penyebab dan bahayanya.
Entah di kontrol kehamilan saya yang keberapa, saya didiagnosa mengalami kekurangan cairan ketuban. Dokter menduga bahwa saya kurang makan, kurang minum atau kurang asupan yang bergizi lah intinya. Seketika saya merasa bersalah, meski di saat yang sama saya juga tidak percaya bahwa itu penyebabnya mengingat selama hamil saya tidak pernah pilih-pilih makanan, makan juga banyak, minum cukup, bahkan tidak pernah jajan sembarangan karena saya juga nggak ngidam apa-apa. Tapi kabar bahwa air ketuban saya kurang itu cukup mengkhawatirkan karena bahaya bagi janin dalam kandungan.
Air ketuban pada kehamilan memiliki fungsi penting untuk menunjang keberlangsungan hidup janin dalam kandungan. Tidak hanya melindungi dari benturan, air ketuban juga menjaga agar janin tetap hangat, memberi ruang gerak bagi janin, menjaga agar tali pusat tidak terjepit sehingga pasokan makanan untuk janin tetap lancar dan lain-lain. Kurangnya air ketuban selama kehamilan bisa mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin di kandungan, bahkan bisa menyebabkan komplikasi kehamilan. Biasanya air ketuban kurang ini bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita preeklamsia, diabetes, tekanan darah tinggi atau ibu hamil yang kehamilannya telah melewati due date kelahiran. Padahal, saya tidak mengalami satu pun gangguan kesehatan tersebut.
Mengetahui hal tersebut, saya segera berkonsultasi pada salah satu saudara saya yang merupakan dokter kandungan. Beliau menyarankan untuk saya segera berkonsultasi pasa dokter kandungan konsultan fetomaternal supaya bisa mendapatkan diagnosa yang lebih detail. Dokter fetomaternal ini adalah dokter yang ahli melihat tumbuh kembang janin dalam kandungan. Bahkan, beliau bisa melihat perkembangan organ dalam janin hingga aliran darah dalam tubuhnya apakah normal.
Saya segera berselancar di internet untuk mencari konsultan fetomaternal wanita yang terdekat. Akhirnya saya menemukan seorang konsultan fetomaternal wanita di RS. Medistra, tidak jauh dari tempat saya tinggal. Saya pun segera membuat janji di akhir minggu supaya suami bisa menemani.
Singkat cerita, tibalah waktu janji saya bertemu dengan konsultan fetomaternal. Pada pemeriksaan kandungan kali ini, saya dan suami dibuat lega dan pulang dengan penuh informasi. Biasanya, pada saat kontrol dokter kandungan saya hanya diberi informasi tentang ukuran kepala, perut, dan panjang paha janin untuk mengetahui usia kandungan, yang selanjutnya akan dibandingkan dengan usia dari perhitungan HPHT. Di sini dokter bisa memberi saran terkait asupan gizi yang perlu diambil untuk memenuhi kebutuhan janin sesuai usia dan ukurannya agar lebih optimal saat lahir. Namun, lebih dari itu, dokter fetomaternal melakukan screening lengkap terkait perkembangan organ dalam janin, fungsionalitas organ-organnya, deteksi dini down syndrome dan cacat lahir, hingga aliran darah juga urin janin. Dari pemeriksaan ini saya dan suami merasa sangat lega karena kondisi janin yang saya kandung normal dan sehat, termasuk kondisi air ketuban yang ternyata juga cukup dan baik, tidak seperti diagnosa dokter kandungan sebelumnya. Hanya satu PR saya, yaitu ukuran janin yang masih lebih kecil daripada usia kandungannya, meski saat itu dokter mengatakan bahwa kecilnya pun masih dalam range normal.
Dan baru dokter fetomaternal itu saja yang aware dengan hasil tes laboratorium yang pernah saya lakukan di awal kehamilan. Saya mengidap anemia.
Anemia pada ibu hamil bisa juga mengganggu kehamilan, salah satunya menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR). Ini bisa jadi penyebab mengapa janin dalam kandungan saya berukuran lebih kecil dari seharusnya, meski saya sudah makan banyak dan mencukupi kebutuhan gizi. Oleh karena itu, dokter menyarankan saya untuk tes laboratorium ulang untuk mengetahui lebih detail mengenai anemia yang saya alami. Sayangnya, hasil dari tes lab tersebut tidak bisa di review kembali oleh dokter fetomaternal tersebut, karena saya harus pulang ke Surabaya untuk mempersiapkan persalinan di sana.
Beruntung, di Surabaya saya mendapat dokter yang juga baik. Dokter tersebut cenderung santai dalam menyikapi 'gangguan' kehamilan saya, seperti ukuran janin yang terlalu kecil, anemia, hingga riwayat-riwayat gangguan kehamilan lain yang pernah saya alami. Sikap santai beliau membuat saya lebih tenang dan percaya bahwa kandungan saya baik dan sehat. Beliau hanya menyarankan untuk saya banyak makan es krim dan menjauhi segala pantangan makan. Intinya, makan saja semua makanan yang saya mau. Padahal, saat itu bulan Ramadhan. Jadilah saya bolong puasa Ramadhan satu bulan penuh demi mengejar target berat badan janin. Saat semua orang puasa, saya dengan enaknya makan es krim dan makanan enak lain di tengah panasnya Surabaya, hehehe..
Sejak awal kehamilan, saya selalu ngobrol dengan bayi dalam kandungan saya tentang rencana-rencana persalinan nanti, mulai dari meminta kesehatan, kemudahan dan kerja sama dari si bayi agar persalinan berjalan mudah dan lancar. Salah satu hal lain yang saya obrolkan dengan bayi adalah supaya bayi mau menunggu hingga ayahnya datang sebelum menunjukkan tanda-tanda persalinan, mengingat saya berencana melahirkan di Surabaya sementara suami bekerja di Jakarta. Bi idznillah walhamdulillah, semua bisa terwujud.
Alhamdulillah, di kontrol kandungan terakhir saya, di usia kandungan 38 minggu, berat janin sudah mendekati normal. Dari yang minimal berat 2,5 kg, janin di kandungan saya telah mencapai berat 2,3 kg. Saya optimis bisa mencapai berat janin minimal saat lahir untuk menghindari resiko dari BBLR yang bisa menyebabkan bayi mengalami gangguan kesehatan. Jadi, saya tinggal menunggu detik-detik persalinan sambil makan es krim dengan tenang. Saat itu, suami sudah mengambil cuti lebaran, sekalian menemani saya, siapa tahu bayi mau lahir sebelum HPL.
Tak diduga, si bayi ternyata manut rencana ibunya, seperti yang diobrolkan sejak awal kehamilan. Tiga hari setelah kedatangan ayahnya, gelombang cinta alias kontraksi muncul. Sast itu saya tidak tahu bahwa apa yang saya rasakan adalah kontraksi karena rasa nyeri seperti itu sudah sering saya rasakan sejak awal kehamilan ketika masih sering mengalami pendarahan. Terlebih karena memang malam sebelumnya saya masih jalan-jalan di mall sama suami sampai malam, jadi saya kira nyeri yang saya rasakan memang karena kelelahan seperti biasanya. Tapi hingga bangun tidur paginya nyeri tak kunjung hilang hingga muncul pendarahan. Satu hal dalam pikiran saya saat itu, yaitu kekhawatiran adanya pendarahan seperti awal hamil dulu.
Segera saya ajak suami ke IGD untuk mendapatkan pemeriksaan. Saya bersiap mendapatkan kabar bahwa saya mengalami pendarahan lagi, meski saya juga berharap bahwa yang saya alami adalah tanda-tanda persalinan. Setelah diperiksa, ternyata saya sudah memasuki pembukaan 5, sudah setengah jalan lagi menuju pertemuan langsung dengan si bayi!
Dalam kondisi agak kaget, sekaligus excited dan deg-degan, saya bagi tugas dengan suami. Suami bertugas mengurus semua administrasi, sementara saya bertugas menghubungi kerabat yang perlu untuk dikabari bahwa saya akan segera melahirkan. Saking sibuknya saya calling sana-sini, suster sampai bertanya apa saya tidak merasa sakit? Saya hanya senyum saja, karena dibilang sakit ya sakit, tapi menurut saya rasa sakit akan terasa lebih nyata kalau diucapkan. Jadi sebaiknya saya pendam sendiri saja.
Sementara menunggu pembukaan lengkap, saya ditemani oleh suami dan tante saya. Kebetulan, keduanya merupakan duo lengkap lawak yang membuat saya tertawa-tawa di tengah kontraksi yang datang dan pergi. Dalam waktu sekitar 2 jam, pembukaan sudah maju menjadi pembukaan 7 dan sejam kemudian pembukaan lengkap! Saya tidak menyangka secepat itu, tapi alhamdulillah kami jadi segera bisa bertemu si bayi <3
Proses persalinan berjalan lancar. Alhamdulillah, bayi yang saya lahirkan sehat sempurna dan kuat! Suara tangisnya sangat kencang, terlepas dari ukuran tubuhnya yang kecil mungil, pas 2,56 kg! Alhamdulillah bini'matihi tatimush shalihaat....
Sekarang PR nya sudah berubah levelnya. Lebih berat, lebih menantang. Semoga kami diberi kemudahan dan kemampuan mengemban amanah ini.. Dan semoga anak kami menjadi anak yang shalihah, menjadi penyejuk hati kami dan orang-orang di sekelilingnya. Aamiin..
-- SELESAI --
Comments
Post a Comment